Selasa, 29 Mei 2012

PENERAPAN METODE SAS’Q


LOMBA KARYA NYATA TINGKAT PROVINSI RIAU

PENERAPAN METODE SAS’Q
DI TBM BUDI PRESTASI
PKBM BUNGARAYA INDAH KEC. BUNGARAYA






DI PANELKAN OLEH :
SUDIRMO, S.Pd
SYAFRUDIN, S.Ag


PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM)
BUNGARAYA INDAH
KECAMATAN BUNGARAYA
KABUPATEN SIAK


I.  PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang Masalah
Bangsa yang maju adalah bangsa yang masyarakatnya gemar membaca. Semakin tinggi kebiasaan membaca masyarakatnya maka semakin maju pula bangsanya. Jika ada sebuah pertanyaan, bagaimana sebuah bangsa masuk kategori maju atau terpuruk?. Jawabannya, lihatlah mentalitas belajar masyarakatnya.[1] Ini artinya bahwa membaca ternyata mempunyai implikasi dan urgensi yang sangat besar dan penting hingga mampu menentukan nasib dan perubahan suatu bangsa dan peradabannya.
Dalam pada itu kita memaklumi sebuah konsekuensi logis bahwa untuk menunjang terwujudnya masyarakat yang gemar membaca diperlukan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan aktifitas membaca itu sendiri. Kalau di pendidikan formal, seperti universitas dan sekolah-sekolah, ada infrastuktur perpustakaan yang dibangun selayak mungkin. Sementara di lingkungan masyarakat, atau pendidikan non formal, maka kita mengenalnya dengan Taman Bacaan Masyarakat (TBM)[2]. Sehingga dengan lahirnya TBM- TBM  kemajuan bangsa setahap demi setahap bisa diwujudkan.
Untuk menumbuhkan minat baca masyarakat   Pengelola TBM bisa melakukannya dengan berbagai cara / karya baik yang berhubungan dengan hal  tehnis maupun yang berhubungan dengan managemen. Yang berhubungan dengan hal tehnis misalnya menumbuhkan minat baca melalui arisan, tabungan, pengajian, kegiatan perlombaan dan diskusi yang diprakarsai atau dilaksanakan oleh Civitas TBM. Yang berhubungan dengan managemen misalnya menumbuhkan minat baca melalui perbaikan pelayanan, peningkatan SDM pengelola, pembangunan sarana dan prasarana, penguatan kelembagaan dan lain-lain.[3]
Tetapi pada dinamikanya yang lebih urgen kita perlu mengambil kepentingan dan menjadikan ‘membaca’ sebagai “sebuah gerakan”, bukan hanya sebagai keharusan, hobi atau  budaya. Maka kita harus berani membangun sebuah “idiologi membaca”  atau bahkan “theologi membaca”, sehingga ‘gerakan membaca’ ini memiliki kerangka berfikir (paradigma) yang jelas, runut, argumentatif dan dapat dipertanggung jawabkan baik dalam tataran legal formalnya maupun dalam tataran implementasinya. Oleh karena itu kita perlu merumuskan dan mewujudkan sebuah “metode membaca” yang sifatnya idiologis dan teologis demi keberlangsungan sebuah gerakan yang dimaksud. Barangkali jika gerakan ini kita lakukan secara besar-besaran dan melibatkan semua elemen bangsa, maka tidaklah berlebihan jika kemudian akan lahir ‘kebangkitan umat’ dan ‘kejayaan bangsa’.
Berdasarkan ilustrasi ini maka penulis memberanikan diri menawarkan sebuah Karya Nyatanya sebagai salah satu solusi paradigmatik  dalam mensukseskan ‘membaca’ sebagai ‘sebuah gerakan’ sehingga minat baca masyarakat dapat tumbuh dengan pesat. Solusi ini diberi nama “Metode SAS-Q”  (‘Metode Suprastruktur Aliansi Stategis – Qur’anik); sebuah metode yang bersifat idiologik dan theologik dalam melahirkan ‘insan baca’ yang mampu menemukan tabir ‘hakekat membaca’  sekaligus mampu memasuki ‘wilayah pengenalan diri’. Metode inilah yang sedang dikembangkan oleh TBM Budi Prestasi Desa Buantan Lestari Kecamatan Bungaraya Kabupaten Siak.[4]

  1. Rumusan Masalah
Dalam Karya Nyata ini kita mencoba merumuskan sesuatu yang lebih khas suprastruktur, ketimbang infra struktur; yakni rumusan metodologis dalam membangun ‘insan baca’nya, dimana manusia sebagai objek dari rumusan metode ini diajak mampu melakukan sebuah kerjasama yang bersifat strategis untuk mensinergikan potensi-potensi dirinya dalam hubungannya dengan aktifitas membaca di satu sisi, dan mampu melakukan kerjasama ( aliansi) strategis dengan unsur-unsur personal lainnya dalam menentukan kebijakan-kebijakan yang menguntungkan. Karena rumusan ini bersifat idiologis dan theologis, maka sangat tepat jika rumusan tersebut bersumber dari Wahyu Allah.SWT yakni al-Qur’an; sehingga rumusan metode ini bersifat qur’anik, hingga pada akhirnya metode ini kita namai dengan “Metode SAS-Q (Suprastruktur Aliansi Strategis – Qur’anik)”.

Adapun masalah yang akan kita angkat dalam karya nyata ini kita batasi dalam beberapa kajian, yaitu:
1.      Bagaimana rumusan substansial ‘Metode SAS-Q’ ?
2.      Apa hubungan ‘Metode SAS-Q’ dengan persoalan ‘hakekat membaca’ dan kajian ‘pengenalan diri’ (‘jati diri’) ?
3.      Bagaimana urgensi ‘Metode SAS-Q’ terhadap peran TBM dalam menumbuhkan minat baca masyarakat ?.

  1. Tujuan Karya Nyata
Adapun tujuan dari Karya Nyata ini adalah :
1.      Mengenalkan ‘Metode SAS-Q’ ke khalayak ramai
2.      Menciptakan ‘Insan Baca’ yang mengenal jati dirinya
3.      Memacu Civitas TBM agar mampu mengambil peran dalam menumbuhkan minat baca masyarakat
4.      Memotivasi masyarakat dan unsur-unsur pemegang kebijakan dan unsure-unsur masyarakat lainnya untuk melakukan kerjasama (aliansi) strategis dalam menghidupkan, membesarkan dan melestarikan TBM di lingkungannya
5.      Menjadikan TBM sebagai markas besar (mabes) ‘gerakan membaca’ dan wadah kegiatan belajar masyarakat bahkan jika mungkin sebagai pusat kegiatan sosial



  1. Pendekatan Metodologis
Dalam merumuskan ‘Metode SAS-Q’ dimana teks al-Qur’an sebagai rujukan atau sumber utama, maka dilakukan tiga pendekatan metodologis,[5] yaitu:
1.      Affect Exctraction (penggalian afeksi) : pendekatan ini merupakan evaluasi emosional terhadap konsep-konsep yang secara eksplisit terdapat di dalam teks.
2.      Proximity Analysis (analisis kedekatan) : pendekatan ini berkenaan dengan pemunculan secara simultan konsep-konsep yang secara eksplisit terdapat di dalam teks. Dengan pendekatan ini maka makna akan muncul secara menyeluruh dan bersama yang saling berdekatan.
3.      Pemetaan Kognitif  : pendekatan ini memperlihatkan hubungan-hubungan  antar teks yang ada secara visual untuk perbandingan terhadap kaitan semantik antar teks tersebut yang juga mencerminkan persepsi tentang realitas.








II.                METODE “SAS-Q” : DARI ‘HAKEKAT MEMBACA’
HINGGA KE PENGENALAN DIRI


  1. Mengenal Metode “SAS-Q”
A. Arti Kata
             ‘Metode’ , dalam kamus  bahasa Inggris  artinya adalah ‘cara’[6]. Ia berasal dari bahasa Yunani yakni ‘methodos’ yaitu jalan atau cara. Sehubungan dengan upaya ilmiah maka metode menyangkut dengan masalah metode kerja; yaitu cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan[7].
Sedangkan ‘SAS-Q’ yaitu sebuah singkatan kata yang maksudnya adalah Suprastruktur Aliansi Strategis – Qur’anik. ‘Suprastruktur’ berarti semua hasil yang bersifat non materi dari ide atau pemikiran[8]. ‘Aliansi Strategis’ berarti hubungan formal antara dua atau lebih kelompok atau sesuatu untuk mencapai satu tujuan dalam kesamaan kepentingan atau target dimana satu sama lainnya saling memberikan peran sehingga terjadi koperasi atau kolaborasi yang sinergis[9] ‘Qur’anik’ artinya bersifat qur’ani, bahwa metode ini bersumber dari teks-teks al-Qur’an.
            B.  Definisi Metode “SAS-Q”
                        Dari arti kata di atas, dalam kaitannya dengan kegiatan membaca, maka Metode “SAS-Q” dapat kita definisikan sebagai berikut :
1. Cara kerja pemikiran untuk memahami sebuah ‘objek baca’ yang mengandung unsur-unsur qur’anik yang melibatkan manusia sebagai ‘subjek baca’ dimana berbagai dimensi ‘kedirian’ manusia satu sama lainnya saling sinergis dalam sebuah kolaborasi untuk mencapai sebuah tujuan membaca.
2. Jalan yang ditempuh manusia, sebagai ‘subjek baca’, yang jalan tersebut mengandung nilai-nilai qur’anik yang merupakan sebuah kerangka berfikir dimana dimensi hakekat diri dari ‘subjek baca’ satu sama lainnya saling bersinergis dalam sebuah kolaborasi untuk mencapai sebuah hasil baca.

  1. Substansi  Metode  “SAS-Q”
Membaca dengan Metode ‘SAS-Q’ berarti :
    1. Kita mengakui dan meyakini bahwa al-Qur’an adalah sumber hukum , sumber metodologi, sumber idiologi dan sumber theologi
    2. Kita mengakui dan meyakini bahwa membaca merupakan suatu kewajiban agama yang diperintahkan Allah
    3. Kita mengakui dan meyakini bahwa ketika kita melakukan kegiatan membaca kita harus meminta perlindungan kepada Allah, kita harus menyebut nama-Nya ketika akan memulai, kita harus berusaha selalu dalam kesadaran bersama-Nya dan kita harus mengakhiri dengan memuji kepada-Nya dan meyakini bahwa kebenaran adalah milik-Nya
    4. Kita menemukan bahwa membaca adalah hakekat pekerjaan hidup kita yang terdalam dan selalu kita kerjakan dalam keadaan sadar atau tidak sadar dan  dalam keadaan tahu atau tidak tahu
    5. Kita menemukan bahwa dimensi kemanusiaan (kedirian) kita ternyata telah diungkap semua oleh al-Qur’an secara jelas, gamblang dan terukur; di sinilah akhirnya kita mengenal diri kita yang sebenarnya
    6. Kita menemukan bahwa ‘objek baca ‘ material adalah hal-hal yang berhubungan dengan alam semesta, manusia dan Tuhan; sedangkan ‘objek baca’ formal adalah sesuatu yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, pemikiran dan agama
    7. Kita berusaha melakukannya dengan pendekatan aliansi strategis dalam mengkonsolidasikan dimensi diri kita yang tiga yakni ruhaniyah, nafsiyah dan jasmaniyah
    8. Kita berusaha melakukannya dengan pendekatan aliansi strategis dalam mengkonsolidasikan semua ‘objek baca’ baik objek materialnya maupun objek formalnya
    9. Kita berusaha melakukannya untuk sebuah tujuan kebaikan dan kemaslahatan diri, keluarga, masyarakat bahkan peradaban kita sehingga kita dapat mencapai ‘kesempurnaan diri’ secara utuh.





                            A.            “SAS-Q” – 1

        Ini berada pada dimensi ruhaniyah manusia dengan prinsip-prinsip dasar sebagai berikut :
1.      Membaca adalah hukumnya wajib bagi setiap individu, jika dilakukan dapat pahala dan jika ditinggalkan dapat dosa (Q.S. al-Alaq, 96 : 1)[10]
2.      Membaca harus selalu melibatkan Tuhan (Q.S. al-Alaq, 96 : 1)
3.      ‘Kehendak membaca’ merupakan  kesadaran yang paling dalam karena sesuai dengan fitrahnya (Q.S. ar-Rum, 30 : 30)[11]
4.      Ruh yang ditiupkan oleh Allah kepada manusia adalah ‘diri sebenar diri ‘ (substansi esensial) (Q.S. al-Hijr, 15 : 29)[12] dan ia adalah menjadi urusan Allah (Q.S. al-Isra, 17 : 85)[13]
5.      Apabila membaca maka hendaklah meminta perlindungan kepada Allah SWT dari syetan yang terkutuk (Q.S. an-Nahl, 16 : 98)
6.      Di sinilah manusia mendapat gelar ‘Khalifah Allah’ (Pengganti Allah di muka bumi) (Q.S. al-Baqoroh, 2 : 30) [14]
7.      Manusia mampu membaca dan menyebutkan semua nama-nama yang ada di alam semesta ini, dan mampu mengemukakannya di depan para malaikat, sebab dia dapat pelajaran dari Allah secara langsung (Q.S. al-Baqoroh, 2 : 31).

                             B.            “SAS-Q” – 2
Ini berada pada dimensi nafsiyah manusia dengan prinsip-prinsip dasar sebagai berikut:
1.                  Membaca pada dimensi ini mengandung tiga misi, yaitu : misi ilahiyah (tugas ketuhanan), misi nabawiyah (tugas kenabian) dan misi insaniyah (tugas kemanusiaan)
2.                  Di dalam jiwa Allah mengilhamkan dua potensi, yakni potensi kebaikan dan potensi kejahatan (Q.S. asy-Syamsi, 91: 7-8)
3.                  Beruntunglah orang-orang yang mensucikan jiwanya dan merugilah orang-orang yang mengotori jiwanya (Q.S. asy-Syamsi, 91 : 9-10)
4.                  Ada tiga jiwa (nafs) pada diri manusia yang selalu berpengaruh, yaitu : nafs lawwamah (jiwa yang menyesal)[15], nafs amarah (jiwa yang jahat)[16] dan nafs mutmainnah (jiwa yang tenang)[17]
5.      Membaca yang benar pada dimensi ini adalah metode keluar dari kegelapan menuju cahaya (Q.S. al-Baqoroh, 2 : 257)[18]
6.      Bagi yang berjuang sungguh-sungguh Allah pasti menunjuki jalan (metode) (Q.S. al-Ankabut, 29 : 69)[19]

                            C.            “SAS-Q” – 3
Ini berada pada dimensi Jasmaniyah manusia dengan prinsip-prinsip dasar sebagai berikut :
1.      Membaca secara global dalam konteks objek material dan objek formal yaitu 5 unsur: Manusia, Tuhan, Agama, Alam Semesta dan Ilmu Pengetahuan
2.      Aliansi strategis sudah lebih realistis dijadikan kolaborasi terutama dari kelima unsur di atas
3.      Melahirkan sebuah kebijakan dan pembaharuan dengan diikuti terjadinya perbaikan system, managemen dan kekaryaan
4.      Mewujudkan sarana dan prasarana infrastruktur yang ramah lingkungan dan berbasis kearifan lokal
5.      Berani memberlakukan ‘Hukum Kekekalan Membaca’ untuk dirinya, yaitu : “Membaca tidak dapat dimusnahkan dan wajib dilakukan minimal 24 menit dalam 1 hari”. [20]
3.Tehnik Pelaksanaan  Metode  “SAS-Q”
1. Pelaksanaan Tahapan
         Ada tiga tahapan   proses membaca dalam implementasi ini, yaitu :
         a). Penguasaan Diri
              1. Niatkan dengan ikhlas bahwa ‘membaca’ karena Allah
              2. Membaca kalimat “Taawudz” (mohon perlindungan kepaada     Allah)
              3. Membaca ‘basmallah’
              4. Membaca ‘shalawat’
         b).  Kesadaran Diri
              1. Tarik nafas, tahan dan lepaskan : lakukan tiga kali
          2. Kosentrasi (khusuk) : Buatlah ‘lingkaran imaginasi’ dalam otak    kita  dan pastikan bahwa hanya diri kita yang ada di dalamnya yang
                  akan dan sedang  membaca
              3. Tentukan target dan tujuan membaca di dalam hati atau imajinasi
              4. Minta tolonglah pada diri anda sendiri , bisa dengan mengucapkan:
                   “Wahai Ruh dan ‘Jiwa  Yang Tenang ‘ bacalah objek ini” kemudian  Mulailah kegiatan membacanya
         c). Penetralan Diri (setelah selesai membaca)
              1. Baca ‘Takbir’
              2. Baca ‘Hamdalah’

2. Pelaksanaan Keseimbangan Diri
    Membaca dengan Metode ‘SAS-Q’ harus dilakukan dengan ‘keseimbangan diri’, jika kita seimbang dalam penguasaan diri, membaca bisa mendatangkan implikasi-implikasi negatif ,merusak dan menjadi jahat.
   a). Keseimbangan ‘SAS-Q 1’
Batasan idealnya adalah 50 % ruhaniyah, 30 % nafsiyah, 20 % jasmaniyah. Jika membaca lebih didominasi oleh unsur ruhani maka manusia cenderung lebih memilih hidup untuk mengasingkan diri, pesimis terhadap kehidupan dunia, dunia dianggap tidak bermakna.
   b). Keseimbangan ‘SAS-Q 2’
Batasan idealnya adalah 50 % nafsiyah, 10 % ruhaniyah, 40 % jasmaniyah  Jika membaca lebih didominasi oleh unsur nafsiyah maka manusia cenderung rasionalistik, positifivistik, menolak hal-hal agamis bahkan bisa atheis (menolak Tuhan).
   c). Keseimbangan ‘SAS-Q 3’
Batasan idealnya adalah 50 % jasmaniyah 50 %, ruhaniyah 25 %, nafsiyah 25 %. Jika  membaca lebih didominasi unsur jasmaniyah, maka manusia cenderung materialistic; melihat segala sesuatu dari kebendaannya, yang benar adalah yang bendawi, yang nikmat adalah hanya yang bersifat jasmaniyah.



  1. Hakekat Membaca dan Pengenalan Diri
                Manusia adalah mahluk yang mempunyai identitas esensial tetap , Imam Ghazali menyebutnya nafs (jiwa) yang ia menyamakannya dengan ruh. [21] Dengan identitas inilah manusia menjadi mahluk yang istimewa, yang merupakan pembeda dari mahluk-maluk lainnya seperti tumbuhan, hewan, jin bahkan malaikat. Status ini seharusnya disadari dan dimanfaatkan semaksimal mungkin karena ia adalah potensi manusia untuk mengembangkan dirinya menjadi pemenang di dunia dimana ia tinggal dan akherat dimana ia akan kembali.
                Jika manusia mampu berada pada identitas esensialnya tadi, atau mampu mengendalikan kehidupan jasmaniahnya yang juga merupakan dimensi lain manusia, maka ia tidak akan terjebak pada naluri-naluri rendah dan menyesatkan yang biasanya selalu ditumpangi oleh pengaruh-pengaruh syetan. Sayyed Husein Nasr menyebutkan bahwa jika manusia ingin menjadi dirinya sendiri, bukan yang lainnya apalagi jadi syetan atau binatang, maka manusia harus benar-benar menyerah dan mengabdi pada ajaran suci.[22]
                Sesungguhnya pada posisi inilah aktifitas membaca itu dikerjakan, yakni pada posisi esensialnya dan pada posisi menjadi sirinya sendiri. Oleh karena itu hakekat membaca adalah sebuah kegiatan , sebuah kerja yang  menjadikan manusia sebagai dirinya sendiri dengan kembali pada identitas esensialnya. Karena itu membaca adalah sebuah ibadah, amal suci yang berhubungan dengan dimensi ketuhanan, kenabian dan kemanusiaannya sendiri.
                 Dalam konteks hakekat membaca inilah, Metode ‘SAS-Q’ eksis sebagai metode baca sekaligus metode pengenalan jati diri. Dengan metode inilah kita mengetahui siapa kita sebenarnya; ternyata kita adalah bukan sekedar sekumpulan tulang dan daging yang mampu bergerak dan mengindera (jasmaniah), atau kita bukanlah hanya sekumpulan nafsu dan pemikiran (nafsiyah), tetapi kita juga adalah ternyata mengandung misteri ruh yang ditiupkan langsung dari ruh Tuhan (ruhaniyah).

















III.             METODE “SAS-Q” DAN PERAN TBM
                         DALAM MENUMBUHKAN MINAT BACA MASYARAKAT

1. Urgensi Metode  “SAS-Q” pada TBM
Metode ‘SAS-Q’ memiliki urgensi yang signifikan bagi TBM, antara  lain, yaitu :
1. Dengan Metode ‘SAS-Q’ lahir kesadaran ‘insan baca’bahwa membaca adalah sebuah tugas suci yang mengandung nilai-nilai ibadah. Kesadaran ini tentunya akan berpengaruh pada munculnya minat baca masyarakat sehingga mereka datang ke TBM untuk membaca, sehingga TBM di sini berperan sebagai tempat untuk memperluas wawasan dan pengetahuan.
2. Metode ‘SAS-Q’ juga mampu memberikan motivasi baru bagi pengelola TBM tentang pengabdian dan pengorbanan dirinya sebagai suatu amal mulia dan tugas suci yang datang  dari Allah dan Rasul-Nya. Di sini TBM berperan sebagai wadah pembinaan mental dan jati diri.
3. Metode ‘SAS-Q’ merefleksikan pentingnya keterkaitan ‘objek baca’ antara satu dengan yang lainnya dalam pemenuhan kebutuhan unsur ruhaniyah, nafsiyah dan jasmaniah ‘insan baca’. Di sini civitas TBM bisa mengambil suatu entry-point bahwa di TBM seharusnya tersedia sumber-sumber bacaan yang berkaitan dengan semua objek yang dimaksud. Di sini TBM berperan sebagai pusat ilmu dan pengetahun.
4. Melalui Metode ‘SAS-Q’ civitas TBM bisa mengetahui akan pentingnya perbaikan  dalam pengelolaan, pelayanan, managemen dan peningkatan sarana dan prasarana. Di sini TBM berperan sebagai wahana rekreasi yang edukatif.
5. Metode ‘SAS-Q’ juga melibatkan pihak-pihak pemegang kebijakan, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, para dermawan, cendikiawan dan masyarakat pada umumnya di sekitar lingkungan TBM untuk dapat duduk bersama melakukan aliansi strategis dalam keberlangsungan dan kemajuan TBM. Di sini TBM berperan sebagai pusat pembaharuan (reformasi).

2. Implementasi  Metode  “SAS-Q”
      Implementasi dalam hal ini berarti langkah-langkah yang dikerjakan sekaligus perwujudan dari kegiatan dari metode ‘SAS-Q’. Maka langkah-langkah yang harus dikerjakan oleh pengelola dan civitas TBM untuk mengimplikasikan metode ini adalah sebagai berikut :
1.      Menyusun program kerja TBM ; jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Tentukan prioritas kegiatan yang layak dan mampu dikerjakan. Merumuskan masalah dan solusi dari kegiatan yang dianggap prioritas tersebut.
2.      Sosialisasi : melibatkan pemerintah setempat (misalnya Kepala Desa, BPD, LPM), tokoh masyarakat, tokoh pemuda, pengusaha, instansi pemerintah , ulama dan cendikia. Outputnya adalah rumusan kebijakan bersama dan rencana tindak lanjut yang bersumber dari berbagai masukan peserta. Nara sumber sebaiknya mampu mengarahkan peserta untuk membuat semacam solusi-solusi untuk penguatan kelembagaan TBM yaitu semisal Perdes (Peraturan Desa) tentang TBM atau setidaknya Keputusan Kepala Desa.
3.      Membentuk Kader Minat Baca (KAMIBA) : dengan adanya kader ini diharapkan bias membantu pengelola dalam mengembangkan dan memajukan TBM.
4.      Sosialisasi Lanjutan : sosialisasi Metode ‘SAS-Q’ dan program TBM ke khalayak umum, misalnya ke pengurus PKK, Karang Taruna, Jamaah Yasin kaum ibu, Jamaah Yasin kaum bapak, ke sekolah-sekolahan, ke TK dan PAUD.


                    












IV.             KESIMPULAN

1.            Membaca adalah sebuah kewajiban dan tugas suci. Membaca adalah merupakan misi ilahiyah (ketuhanan), misi nabawiyah (kenabian) dan misi insaniyah (misi kemanusiaan).
2.            Metode ‘SAS-Q’ adalah metode baca yang bersumber dari al-Qur’an dan potensi manusia dalam tiga dimensinya yakni ruhaniyah, nafsiyah, jasmaniyah. Karenanya dengan metode ini ‘insan baca’ akan merasakan hakekat dari membaca dan akan mengenal jati dirinya.
3.            Ada tiga model membaca yang ditawarkan metode ini, ketiganya saling berhungan dengan jati diri manusia; ‘SAS-Q 1’ (membaca dengan dimensi ruhaniyah), ‘SAS-Q 2’ (membaca dengan dimensi nafsiyah), ‘SAS-Q 3’ (membaca dengan dimensi jasmaniyah).
4.            Ada pelaksanaan tahapan (penguasaan diri, kesadaran diri dan penetralan diri) dan pelaksanaan keseimbangan diri dalam mempraktekkan metode ‘SAS-Q’. Kedua unsur tersebut harus diperhatikan secara serius untuk mendapatkan hasil baca yang sempurna.
5.            Metode ini melibatkan unsur-unsur suprastruktur social dan pemerintahan sebab merupakan refleksi dari aliansi strategisnya sebagai identitas khas dari metode ini, sehingga hal-hal yang bersifat infrastruktur hanya bias dari metode ini.


DAFTAR  PUSTAKA



Anton Bakker, Dr, Metodologi Penelitian Filsafat, Kanisius, 1998

Departemen Agama R.I, Al-Qur’an dan Terjemahannya, C.V. Toha Putera ,Semarang, 1989

Dwi Sulisworo, Aliansi Strategis,2009, http://blog.und.ac.id.

Direktorat Pendidikan Masyarakat, Pedoman Pengelolaan Taman Bacaan Masyarakat,  Dirjen PLS Departemen Pendidikan Nasional, 2006

http:// id.wikepedia.org/wiki/infrastuktur-dan-suprastruktur-filosofis

Kuswara Jufni, Kader Minat Baca(KAMIBA), Facebook, 27 Maret 2011

Mohammad Diah,Prof.Dr, Prosedur Penelitian Kualitatif, Balai Bahasa Pekanbaru, 2000

Markus Willy, Kamus Inggris Indonesia, Arloka, Surabaya, 2006

Muhammad Yasir Nasution, Dr, Manusia Menurut al-Ghazali, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996

Rian Hidayat El-Fadri, 1000  Taman Bacaan Masyarakat (TBM) untuk Rakyat, Facebook , 2011

Sayyed Husein Nasr, Islam dan Nestapa Manusia Modern, Pustaka, bandung, 1983


METODE “SAS-Q”
Dalam Menumbuhkan Minat Baca Masyarakat
Di TBM Budi Prestasi
Desa Buantan Lestari Kec. Bungaraya Kab. Siak



Kab. Siak

PKBM Bungaraya Indah
Pengelola Taman Bacaaan Masyarakat
Budi Prestasi


Disampaikan Pada : Lomba Karya Nyata
Jambore PTK PNF Propinsi Riau
Tahun 2011






TBM BUDI PRESTASI
DESA BUANTAN LESTARI KECAMATAN BUNGARAYA
KABUPATEN SIAK
2011



   [1] Rian Hidayat El-Fadri, 1000  Taman Bacaan Masyarakat (TBM) untuk Rakyat, Facebook , 2011
   [2] Definisi TBM adalah sebuah wadah / tempat yang  didirikan dan dikelola baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk memberikan akses layanan bahan bacaan bagi masyarakat sekitar sebagai sarana pembelajaran seumur hidup dalam rangka peningkatan kualitas hidup masyarakat. (Direktorat Pendidikan Masyarakat, Pedoman Pengelolaan Taman Bacaan Masyarakat, Dirjen PLS Departemen Pendidikan Nasional, 2006, h: 9 )
   [3] Kuswara Jufni, Kader Minat Baca(KAMIBA), Facebook, 27 Maret 2011.
   [4] TBM Budi Prestasi berdiri pada tanggal 2 Mei  2007. Pada mulanya hanya memiliki 20 buku yang berasal dari para pendiri dan pengelola. Setelah mengenalkan metode baca ini akhirnya bisa bekerjasama dengan Kepala desa untuk mengembangkan TBM, ada sambutan positif darinya bahkan Kepala Desa memberikan sekertariat TBM. Setelah itu TBM berkembang dan buku-buku semakin bertambah hingga puncaknya sekitar bulan Maret 2008 TBM Budi Prestasi mendapatkan bantuan buku sebanyak 3000 eksemplar dari PT. Arara Abadi. Bahkan TBM ini juga menjadi unsur penilaian desa dalam Lomba Desa sekecamatan Bungaraya dan mendapatkan Juara I kecamatan dan pada Lomba Desa tingkat kabupaten mendapat juara III, lomba ini dilaksanakan pada tahun 2008.
   [5] Mohammad Diah,Prof.Dr, Prosedur Penelitian Kualitatif, Balai Bahasa Pekanbaru, 2000 , h: 33-34
   [6] Markus Willy, Kamus Inggris Indonesia, Arloka, Surabaya, 2006, h: 216
   [7] Anton Bakker, Dr, Metodologi Penelitian Filsafat, Kanisius, 198h: 14.
   [8] Suprastruktur dan Infrastruktur adalah konsep yang digunakan Marx dengan Marxismenya untuk membedakan dasar-dasar perubahan tatanan social yang penting. Dalam pengertian Karl Marx ‘suprastuktur ‘ adalah semua produksi yang bersifat non-materi yang berasal dari ide masyarakat antara lain ; lembaga-lembaga politik, agama, hokum, pemikiran, dan etika. Sedangkan ‘infrastuktur’ bersifat yang mengacu pada sumber daya antara lain; kondisi produksi (iklim, sumber daya alam), alat-alat produksi (alat, mesin) dan hubungan produksi  (http:// id.wikepedia.org/wiki/infrastuktur-dan-suprastruktur-filosofis).
   [9] Dwi Sulisworo, Aliansi Strategis,2009, http://blog.und.ac.id.
   [10]  “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang mencipta”  Ada kaidah ushul fiqh bahwa ‘Yang  Awalnya perintah itu menunjukan hukum wajib’
  [11] “Maka hadapkanlah wajahmu (membacala) dengan lurus kepada agama Allah. Tetaplah atas fitrah Allah  yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu . Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”
   [12] “Aku telah menyempurnakan kejadian manusia dan Aku telah meniupkan ke dalamnya ruh-Ku”
   [13] “Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah bahwa ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”
   [14]  “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”
   [15]  “Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali dirinya sendiri” (Q.S. al-Qiyamah, 75 : 2). Jika manusia dikuasai oleh jiwa model ini, maka ia akan menjadi orang yang malas membaca sehingga ia akan menyesali dirinya sendiri. Oleh karena itu jiwa ini juga disebut dengan ‘Diri yang Malas Membaca’
   [16]   “Sesungguhnya jiwa itu selalu menyuruh kepada kejahatan” (Q.S. Yusuf, 12 : 53). Jika manusia dikuasai oleh jiwa model ini , maka ia akan menjadi orang yang rajin membaca dan menjadi orang pintar tetapi tujuan dan hasilnya mengarah pada kejahatan sehingga cenderung berlaku zalim, sombong, angkara murka dan berbuat kerusakan di muka bumi. Oleh karena itu jiwa ini juga disebut dengan ‘Diri yang Rajin Membaca demi Kejahatan’
   [17]  “ Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan perasaan yang ridha dan diridhai-Nya . Maka masuklah dalam kelompok hamba-Ku, dan masuklah ke dalam syurg-Ku” (Q.S. al-Fajr : 27-30). Jika manusia dikuasai oleh jiwa model ini, maka ia akan menjadi orang yang rajin membaca dan menjadi orang pintar dimana tujuan dan hasilnya mengarah pada kebaikan sehingga cenderung berbuat adil, jujur, rendah hati, amanah dan membawa berkah bagi semua yang ada. Oleh karena itu jiwa ini juga disebut dengan ‘Diri yang Rajin Membaca demi Kebaikan’
   [18]  “Allah pelindung orang-orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya. Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya adalah syetan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan”
   [19] “Dan orang yang bersungguh-sungguh mencari keridhaan kami, benar-benar akan kami tunjukan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”
   [20]  Kenapa mesti 24 menit ? jawabannya mungkin tidak rasional tetapi ruhaniyah, yaitu karena adanya keabadian waktu dunia bahwa sehari semalam terdiri dari 24 jam, juga karena kekekalan aqidah bahwa huruf  “LA ILA HA ILLA ALLAH – MUHAMMAD RASUL ALLAH” adalah 24  huruf. Membaca 24 menit ini bisa kita siasati dengan membagi dalam 4 waktu, yaitu : di pagi hari selama 6 menit, di siang hari selama 6 menit, di sore hari selama 6 menit dan di malam hari selama 6 menit; angka 6 inipun ternyata masih berhubungan dengan  angka 2 dan 4 yaitu 2 + 4 = 6.
   [21]  Muhammad Yasir Nasution, Dr, Manusia Menurut al-Ghazali, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, h: 69.
   [22]  Sayyed Husein Nasr, Islam dan Nestapa Manusia Modern, Pustaka, bandung, 1983, h: 89.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar